Rabu, 02 Maret 2016

BERSELANCAR INDAH DI GELOMBANG KETIDAKPASTIAN


Selasa 12 Oktober 2012 pukul 20.30 waktu setempat, 2 tersangka teroris di tangkap di bandara Internasional Heathrow London. Penangkapan ini berhubungan dengan investigasi jaringan kelompok radikal di Eropa. Apa yang terjadi setelah itu adalah kebingungan para penumpang (terutama para pekerja kerah putih) dalam menghabiskan waktu selama dalam pesawat. Loh apa hubungannya? 

Sejak kejadian itu pemerintah Inggris memperketat keamanan di bandara, termasuk melarang memasukkan laptop ke dalam kabin pesawat. Semua barang elektronik harus dimasukkan ke dalam bagasi. Kebijakan ini tentu sangat merugikan. Penumpang yang biasanya memanfaatkan waktu luang di pesawat untuk menyelesaikan dokumen (atau malah membuat program aplikasi) sekarang tidak bisa lagi mendapatkan kemewahan ini.  Mereka harus mencari ‘sesuatu’ yang lain untuk dikerjakan selama penerbangan.

Namun ada hal menarik yang terjadi setelah kebijakan ini diterapkan. Penjualan buku di toko buku sekitar bandara melonjak drastis. Para calon penumpang tampaknya memilih aktivitas baru ‘pembunuh waktu’ selama penerbangan di dalam pesawat dari pada sekedar tidur. Dan tentunya kebijakan ini berefek positif terhadap industri lainnya seperti industri kertas, percetakan dan sebagainya. Inilah salah satu contoh bahwa dunia yang kita tinggali semakin saling berhubungan satu sama lain. Kebijakan keamanan di satu sisi mempengaruhi industri percetakan di sisi lain misalnya.

Dulu saya tidak pernah tahu mengapa krisis moneter di suatu negara yang jauh dari tempat tinggal saya bisa mempengaruhi harga nasi rames di warung dekat rumah saya. Saya bingung misalnya, mengapa kebijakan Quantitative Easing yang dilakukan pemerintah Amerika di tahun 2009, bisa membuat resah ratusan juta para pengkonsumsi tempe di negara saya pada tahun 2015. Setelah membaca beberapa tulisan bertema ekonomi global, saya pun mengerti kalau saat ini kita hidup di dunia yang HYPER-CONNECTED atau sangat terkoneksi. Sebuah kejadian yang kelihatannya tidak berhubungan dengan hidup kita di tempat yang jauh bisa membawa pengaruh yang besar terhadap kehidupan kita disini.

Apa impikasinya? Tentu saja hidup kita menjadi semakin rumit dan tidak pasti. Aspek kehidupan kita di satu sisi semakin terkoneksi oleh banyak aspek kehidupan orang lain di dunia yang lain. Semakin ruwetlah hubungan antar variabel yang mempengaruhi kehidupan kita. Peluang terjadinya Uncertainty atau ketidakpastian meningkat drastis!

Disinilah menurut saya pentingnya membekali kemampuan anak-anak kita beradaptasi cepat dalam menghadapi era yang dipenuhi ketidakpastian ini. Kalau dulu para pembuat kebijakan pendidikan berusaha memprediksi perencanaan pendidikan apa yang paling pas untuk mempersiapkan siswa menghadapi masa depannya, saat ini mereka benar-benar dibuat kesulitan. Hal-hal yang dipelajari siswa hari ini belum tentu akan relevan dengan apa yang akan mereka hadapi beberapa tahun kedepan. Sehingga satu-satunya yang bisa kita bekali untuk masa depan anak-anak kita dalam menghadapi ketidakpastian adalah kemampuan beradaptasi itu sendiri. 

Para siswa (termasuk mahasiswa) harus diajarkan berpikir cepat dan selalu memastikan diri siap beradaptasi dengan tantangan-tantangan baru bahkan jika itu membuat mereka harus keluar dari zona nyaman mereka untuk menghadapi kejutan masalah baru (Bukankah hidup itu juga berisi kejutan demi kejutan masalah?). Disinilah urgensinya menumbuhkan kemauan yang kuat untuk berinovasi dan belajar hal-hal baru ketimbang hanya mendikte siswa untuk belajar hal-hal yang rigid (khas institusi pendidikan). Tujuannya agar suatu saat nanti mereka tidak mengikuti generasi sebelumnya yang hanya bisa marah-marah dan selalu mengeluh “krisis” saat menghadapi ketidakpastian di berbagai bidang karena cara berpikir mereka yang rigid. Melainkan tumbuhnya generasi inovator yang mampu berselancar indah di era yang dipenuhi gelombang ketidakpastian.


2 komentar: