Suatu hari sekelompok siswa kelas 4 SD mendengarkan
penjelasan guru mereka saat pelajaran IPA berlangsung. Anak-anak mendengarkan
dengan tenang. Ibu guru mulai menerangkan beberapa fakta yang harus dihafal
anak-anak tentang perbedaan antara rotasi dan evolusi bumi dan bulan. “Tolong
ya anak-anak, harap kalian hafal baik-baik karena akan keluar di ujian semester
nanti!”.
Malam sebelum ujian, anak-anak menghafal pelajaran tersebut.
Budi siswa paling ‘pintar’ di kelas itu kelihatan sangat percaya diri karena sudah
bisa menyebutkan satu per satu definisi rotasi dan evolusi bumi atau bulan
mirip seperti di buku (bahkan sampai titik komanya). Melihat caranya menghafal
kita semua pasti yakin kalau Budi besok pasti dapat nilai 10. Tidak heran ia selalu
rangking 1 di kelasnya.
Lain lagi dengan Joni, anak yang dikenal dengan
kecerdasan yang ‘biasa saja’ di kelas. Ia kelihatan bingung dan minta tolong ayahnya
untuk dijelaskan ulang perbedaan rotasi dan evolusi. Ayahnyapun heran bagaimana
mungkin anaknya tidak memahami konsep sederhana ini bahkan setelah ia mendemonstrasikanya
berulang-ulang dengan bantuan bola-bola mainan. Dengan sabar ayahnyapun
bertanya “Apa yang membuat kamu tidak mengerti nak?”. Joni pun menjawab: “Aku
tidak ngerti yah. Kalau memang bulan itu berputar pada porosnya dan ia juga
berputar mengelilingi bumi, dan bumi juga berputar pada porosnya dan ia berputar
mengelilingi matahari, lalu kenapa setiap aku melihat bulan, kok yang terlihat
hanya permukaan yang itu-itu saja??” Ayahnya pun terbengong. Ia baru sadar
kalau bulan memang selalu menampakan permukaan yang itu-itu saja dan ‘enggan’
menampakan wajahnya yang lain. Iapun berpikir bagaimana mungkin saya tidak
pernah kepikiran?
Menurut anda siapa yang sebenarnya lebih cerdas, Budi atau
Joni? Saya yakin anda pasti menjawab Jonilah yang lebih cerdas. Sayangnya tidak dengan sistem
sekolah kita. Dari tingkat SD hingga perguruan tinggi, sistem pendidikan kita
lebih menghargai seseorang dari kemampuan menjawab soal-soal yang sudah ada
jawabannya di buku ketimbang bertanya dan menemukan hal-hal baru yang tidak ada
di buku. Kita selalu diajarkan untuk menjawab soal, bukan ‘bertanya’ dan ‘mempertanyakan
jawaban’. Jangan heran betapa banyak mahasiswa yang bingung saat disuruh
bertanya dosennya. Merekapun bingung “mau tanya apa?”.
Salah satu teman saya yang guru juga pernah bercerita waktu
ia ingin merubah metode mengajarnya dimana ia meminta siswa aktif belajar
dengan cara bertanya, ia malah ‘mati gaya’ karena tidak ada satu siswapun yang mau
bertanya. Akhirnya ia kembali mengajar dengan metode ceramah.
Menurut saya menuntut ilmu bukanlah menghabiskan jam-jam di
ruang kelas untuk mengumpulkan fakta-fakta yang harus dihafal diluar kepala. Lebih
dari itu menuntut ilmu adalah mengungkap
apa yang menjadi rasa ingin tahu atau rasa penasaran kita. Bahkan jika itu
hanya penasaran ingin mengetahui hal-hal yang kedengaran konyol seperti bertanya:
- Jika kita berkendaraan lebih cepat dari kecepatan suara, mungkinkah kita bisa mendengarkan suara radio
- Bila udara panas selalu naik keatas, mengapa hawa dipegunungan terasa dingin?
- Jika semua orang di bumi melompat secara bersamaan, apakah orbit bumi akan berubah?
- Mengapa di cermin bisa terbalik arah kiri dan kanan tapi tidak terbalik arah atas dan bawah?
- Bisakah kita mengoperasikan mesin penghisap debu di ruang hampa?
Semua ilmuwan besar lahir dari kegembiraan mereka akan rasa
penasaran dan ingin tahu. Bahkan sekalipun itu terlihat konyol dan lucu. Newton
penasaran mengapa buah apel jatuh ke bumi. Kalau Newton mengungkapkan
pertanyaan itu kepada kita, mungkin kita akan menjawab “Sudah dari zaman nabi
Adam juga begitu kali!’. Tapi apa yang terjadi? Hey, Newton menemukan hukum
gravitasi!. Socrates bahkan pernah
bertanya kepada seseorang yang mau pergi ke pasar “Mengapa anda harus pergi ke
pasar? Mengapa anda harus berjualan? Mengapa anda harus memenuhi kebutuhan
hidup anda?” hanya untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Suatu hari ketika si
jenius Einstein ditanya seseorang tentang definisi kecepatan suara. Einstein
menjawab “Wah saya lupa, kamu cari saja jawabannya di buku. Saya tidak mau
memenuhi kepala saya dengan fakta-fakta yang sudah ditemukan manusia!”
Di sekolah anak-anak disuguhi dengan ‘paket-paket
pengetahuan siap saji’ yang harus mereka telan bulat-bulat. Sedikit sekali proses kreatif
dan kritis disitu. Coba tanya berapa banyak anak sekolah (bahkan mahasiswa)
yang datang ke ruang kelas dengan beribu-ribu tanda tanya di kepala mereka?
Anak-anak yang datang dengan sejuta rasa penasaran ingin mengungkap apa yang
mereka tidak tahu? Hampir tidak ada! Mereka belajar hanya untuk mendapatkan
selembar ijazah dan gelar. Mereka memasukan sebanyak-banyaknya fakta di buku ke
dalam kepala mereka dan memuntahkannya saat ujian. Seminggu setelah ujian
berlalu, hilanglah semua fakta itu.
Disinilah seharusnya sistem pendidikan kita mulai merubah
orientasi berpikir mereka. Dari penghargaan ‘menjawab soal teks’ menjadi penghargaan ‘menemukan
pertanyaan’. Itulah kenapa saya senang saat beberapa hari lalu dosen
saya memberikan nilai bukan dari jawaban mahasiswanya, tapi dari pertanyaannya.
Bagi saya ini terobosan hebat. Seperti ungkapan yang mengatakan “Nilailah seseorang dari pertanyaan-pertanyaannya”
Wah keren...
BalasHapusiya bener tuh, pembelajaran di Indonesia seperti candu saja, sedikit yang sadar akan kreatifitas dan inovasi
mantap mas...
aku yg ingin merubah terbentur dengan birokrasi dan sistem pendidikan di negara kita..mau dibawa kemana arah pendidikan kita..
BalasHapusHm.. Iya benar, sistem pendidikan kita baru hanya mencetak penghafal tanpa mengerti hakekat yang sebenarnya. Penting sekali mengerti sesuatu yang kita baca. Terima kasih, mencerahkan mas
BalasHapusaku yg ingin merubah terbentur dengan birokrasi dan sistem pendidikan di negara kita..mau dibawa kemana arah pendidikan kita..
BalasHapusSetuju. Tulisan yang mencerahkan.
BalasHapusAda yang bilang, masuk sekolah berarti masuk ke kotak-kotak yang membatasi pikiran kita.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusoiya.. maaf, baru izin.. kmarin sy pinjam link blogx utk sy masukin ke tulisan sy, link utk tulisan 'matematika kesuksesan' itu juga keren 👍😁
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussangat menarik.
BalasHapussuka dgn tulisan2 sprti ini. smoga bisa blajar lewat tulisan2nya. Terima kasih..
waaahh... terinspirasi dari cara mengajarnya ka ano ya mas... tapi memang harus seperti itu jadi kita tahu ga hanya berbagai hal walaupun diluar materi
BalasHapus