Selepas mengajar sebuah kelas biola, Shinichi Suzuki
didatangi seorang laki-laki yang memintanya untuk mengajarkan anaknya bermain
biola . Kejadian ini terjadi di tahun 1931. Shinichi Suzuki adalah seorang
pelatih biola berusia muda ketika itu. Suzuki terlihat bingung menjawab
permintaan laki-laki itu. Walalupun ia sudah terbiasa melatih orang bermain
biola tapi kali ini ia merasa ragu memenuhi permintaannya karena laki-laki itu
menyebutkan anaknya yang baru berusia 4 tahun. Suzuki belum tahu bagaimana
mengajari anak berusia 4 tahun bermain biola.
Dalam kebimbangannya tersebut, tiba-tiba sebuah pikiran
melintas dalam benak Suzuki : bukankah hampir semua anak-anak berusia 4 tahun
di Jepang sudah mampu berbicara dengan baik? Anak kecil di Osaka bahkan mampu
menguasai dialek Osaka yang terkenal sulit. Padahal proses mempelajari bahasa
merupakan proses rumit yang terjadi di otak manusia. Mungkinkah hal tersebut
diaplikasikan ke dunia musik? Bahwa dengan proses pengulangan terus menerus - sebagaimana
manusia mempelajari bahasa - maka kemampuan bermain biola sangat mungkin
dipelajari anak usia 4 tahun.? Suzuki akhirnya menerima tantangan tersebut.
Suzuki mengajarkan Toshiya Eto sebagai murid termudanya dan mengembangkan
metode pengajaran yang dinamakan “metode bahasa ibu” dalam bermain biola. Apa
yang terjadi selanjutnya adalah sejarah. Toshiya Eto menjadi musisi biola kelas dunia yang
dijuluki “anak ajaib” di dunia musik.
Ivan Galamian pernah mengatakan “Jika kita menganalisis
perkembangan seniman-seniman terkenal, kita melihat hampir di setiap sukses
karir mereka selalu tergantung pada kualitas latihan dan latihan tersebut
selalu diawasi oleh seorang guru (pelatih khusus)”
Didunia olahraga maupun ilmu pengetahuan juga sama. Profesor
Andrewas Lehmann dalam penelitiannya menemukan semua yang dianggap anak ajaib
memiliki guru yang mengajari mereka dengan intensif, yang memastikan mereka
mendapatkan pelatihan yang benar, dan yang tak kalah penting adalah membakar
motivasi anak didiknya secara terus menerus. Dibalik pencapaian-pencapaian
besar selalu didahului oleh latihan intensif di bawah bimbingan para pelatih
khusus. Dalam dunia pemenangan nobel ilmu pengetahuan misalnya, sering kali
seorang peraih nobel adalah murid dari pemenang nobel lainnya.
Disinilah kita melihat pentingnya peran seorang guru atau
pelatih khusus dalam mengembangkan kemampuan kita di sebuah bidang. Memiliki
pelatih bisa membuat sebuah perbedaan besar. Selain mempercepat proses belajar,
pelatih atau guru khusus memastikan anak didik mendapatkan umpan balik yang
tepat sasaran. Hal inilah yang sangat disadari seorang raja di Ubud bernama Tjokorda
Gde Agung Sukawati. Tjokorda Gde
berinisiatif mendatangkan pelukis-pelukis terkenal dunia sekelas Antonio Blanco
ke Bali untuk mengajarkan seni lukis kepada anak-anak Ubud. Sungguh tidak sia-sia
usahanya. Kesenian Ubud kini sudah
mendunia.
Kalau kita perhatikan hampir semua pencapai prestasi besar sebenarnya
memiliki pelatih khusus yang selalu setia memberikan umpan balik. Andre Agasi
sang legenda tenis lapangan konon memberikan hampir separuh penghasilannya
untuk pelatihnya. Mungkin anda bingung bagaimana mungkin para pelatih di bayar
semalah itu padahal si atlet tersebut lebih hebat dari pelatihnya. Mike Tyson
misalnya seorang petinju yang terkenal sering mengkanvaskan lawannya di ronde pertama
dilatih oleh D’Amato seorang pelatih yang sudah tua usianya. Kalau mereka
berdua diadu bertanding jelas Tysonlah yang akan menang. Ini bukan karena Tyson
tidak memiliki skills yang lebih baik dari pelatihnya tapi karena ia
membutuhkan seseorang untuk melihat apa yang tidak dapat ia lihat sendiri.
Hal-hal yang tidak dapat ia lihat dengan matanya sendiri itu disebut “Blind Spot” atau “Titik
buta”.
Pada dasarnya setiap orang memiliki titik buta. Sebuah area dalam
diri kita yang tidak mampu kita lihat sendiri dan membutuhkan bantuan orang
lain. Disinilah fungsi pelatih. Selain memastikan kita mendapatkan pengajaran
yang benar , guru atau pelatih khusus juga memberikan sebuah umpan balik atas
kesalahan atau kekurangan yang tidak mampu kita lihat. Tujuannya apa? Membuat perbaikan
pada diri kita sendiri.
Tidak hanya dalam karir profesional, dalam hidup kita juga
membutuhkan bantuan orang lain untuk melihat apa yang ada dalam area blind spot
kita. Kita butuh orang lain untuk menasehati kita. Kita butuh orang lain untuk
mengingatkan atau menegur jika kita mulai melakukan suatu yang keliru. Kadang
kita tidak bisa melihat kekeliruan kita sendiri. Seperti kata ungkapan bijak "Ada
satu hal yang tidak bisa dilakukan oleh orang hebat sekalipun, yaitu menilai
dirinya sendiri". Disinilah dibutuhkan kerendahan hati kita untuk menerima
kritik dan nasihat yang sebenarnya akan menyelamatkan kita. Kita bukan makhluk
yang sempurna, jadi biarkanlah orang lain yang menjadi mata kita.
Saya selalu suka dengan tulisan mas yudha. Membuka mata, pikiran. Menambah pengetahuan. Luar biasa!
BalasHapussetuju dengan mba Vinny Martina. Luarrr biasa!
BalasHapusIya mb vinny saya juga sangat suka tulisan mas yudha
BalasHapussetuju..:)
BalasHapussetuju..:)
BalasHapus