Rabu, 16 Maret 2016

‘TITIK BUTA’ DI DALAM DIRI KITA



Selepas mengajar sebuah kelas biola, Shinichi Suzuki didatangi seorang laki-laki yang memintanya untuk mengajarkan anaknya bermain biola . Kejadian ini terjadi di tahun 1931. Shinichi Suzuki adalah seorang pelatih biola berusia muda ketika itu. Suzuki terlihat bingung menjawab permintaan laki-laki itu. Walalupun ia sudah terbiasa melatih orang bermain biola tapi kali ini ia merasa ragu memenuhi permintaannya karena laki-laki itu menyebutkan anaknya yang baru berusia 4 tahun. Suzuki belum tahu bagaimana mengajari anak berusia 4 tahun bermain biola. 

Dalam kebimbangannya tersebut, tiba-tiba sebuah pikiran melintas dalam benak Suzuki : bukankah hampir semua anak-anak berusia 4 tahun di Jepang sudah mampu berbicara dengan baik? Anak kecil di Osaka bahkan mampu menguasai dialek Osaka yang terkenal sulit. Padahal proses mempelajari bahasa merupakan proses rumit yang terjadi di otak manusia. Mungkinkah hal tersebut diaplikasikan ke dunia musik? Bahwa dengan proses pengulangan terus menerus - sebagaimana manusia mempelajari bahasa - maka kemampuan bermain biola sangat mungkin dipelajari anak usia 4 tahun.? Suzuki akhirnya menerima tantangan tersebut. Suzuki mengajarkan Toshiya Eto sebagai murid termudanya dan mengembangkan metode pengajaran yang dinamakan “metode bahasa ibu” dalam bermain biola. Apa yang terjadi selanjutnya adalah sejarah. Toshiya Eto  menjadi musisi biola kelas dunia yang dijuluki “anak ajaib” di dunia musik.
Ivan Galamian pernah mengatakan “Jika kita menganalisis perkembangan seniman-seniman terkenal, kita melihat hampir di setiap sukses karir mereka selalu tergantung pada kualitas latihan dan latihan tersebut selalu diawasi oleh seorang guru (pelatih khusus)”

Didunia olahraga maupun ilmu pengetahuan juga sama. Profesor Andrewas Lehmann dalam penelitiannya menemukan semua yang dianggap anak ajaib memiliki guru yang mengajari mereka dengan intensif, yang memastikan mereka mendapatkan pelatihan yang benar, dan yang tak kalah penting adalah membakar motivasi anak didiknya secara terus menerus. Dibalik pencapaian-pencapaian besar selalu didahului oleh latihan intensif di bawah bimbingan para pelatih khusus. Dalam dunia pemenangan nobel ilmu pengetahuan misalnya, sering kali seorang peraih nobel adalah murid dari pemenang nobel lainnya. 

Disinilah kita melihat pentingnya peran seorang guru atau pelatih khusus dalam mengembangkan kemampuan kita di sebuah bidang. Memiliki pelatih bisa membuat sebuah perbedaan besar. Selain mempercepat proses belajar, pelatih atau guru khusus memastikan anak didik mendapatkan umpan balik yang tepat sasaran. Hal inilah yang sangat disadari seorang raja di Ubud bernama Tjokorda Gde Agung Sukawati.  Tjokorda Gde berinisiatif mendatangkan pelukis-pelukis terkenal dunia sekelas Antonio Blanco ke Bali untuk mengajarkan seni lukis kepada anak-anak Ubud. Sungguh tidak sia-sia usahanya.  Kesenian Ubud kini sudah mendunia. 

Kalau kita perhatikan hampir semua pencapai prestasi besar sebenarnya memiliki pelatih khusus yang selalu setia memberikan umpan balik. Andre Agasi sang legenda tenis lapangan konon memberikan hampir separuh penghasilannya untuk pelatihnya. Mungkin anda bingung bagaimana mungkin para pelatih di bayar semalah itu padahal si atlet tersebut lebih hebat dari pelatihnya. Mike Tyson misalnya seorang petinju yang terkenal sering mengkanvaskan lawannya di ronde pertama dilatih oleh D’Amato seorang pelatih yang sudah tua usianya. Kalau mereka berdua diadu bertanding jelas Tysonlah yang akan menang. Ini bukan karena Tyson tidak memiliki skills yang lebih baik dari pelatihnya tapi karena ia membutuhkan seseorang untuk melihat apa yang tidak dapat ia lihat sendiri. Hal-hal yang tidak dapat ia lihat dengan matanya  sendiri itu disebut “Blind Spot” atau “Titik buta”.
Pada dasarnya setiap orang memiliki titik buta. Sebuah area dalam diri kita yang tidak mampu kita lihat sendiri dan membutuhkan bantuan orang lain. Disinilah fungsi pelatih. Selain memastikan kita mendapatkan pengajaran yang benar , guru atau pelatih khusus juga memberikan sebuah umpan balik atas kesalahan atau kekurangan yang tidak mampu kita lihat. Tujuannya apa? Membuat perbaikan pada diri kita sendiri.

Tidak hanya dalam karir profesional, dalam hidup kita juga membutuhkan bantuan orang lain untuk melihat apa yang ada dalam area blind spot kita. Kita butuh orang lain untuk menasehati kita. Kita butuh orang lain untuk mengingatkan atau menegur jika kita mulai melakukan suatu yang keliru. Kadang kita tidak bisa melihat kekeliruan kita sendiri. Seperti kata ungkapan bijak "Ada satu hal yang tidak bisa dilakukan oleh orang hebat sekalipun, yaitu menilai dirinya sendiri". Disinilah dibutuhkan kerendahan hati kita untuk menerima kritik dan nasihat yang sebenarnya akan menyelamatkan kita. Kita bukan makhluk yang sempurna, jadi biarkanlah orang lain yang menjadi mata kita.

5 komentar: