Senin, 07 Maret 2016

MENGAPA KESASAR ITU PENTING


Beberapa bulan lalu saya dan teman-teman di Green White Academy memulai sebuah program pelatihan terbaru kami bernama “LOST IN THE CITY”, sebuah program pelatihan berbentuk competition game untuk pembentukan karakter dan lifeskills bagi siswa SMP-SMA.  Mereka kami ajak berangkat ke Singapura untuk mengalami sebuah pengalaman baru : “TERSESAT DI TENGAH KOTA!”

Saya bawa mereka ke negara ini pun ada maksudnya. Selain karena faktor keamanan dan jarak yang tidak terlalu jauh, saya juga ingin mereka belajar bahwa sebuah negara yang besarnya cuma seupil dan hampir tidak punya sumber daya alam ini ternyata juga bisa jadi negara maju karena mereka punya capital yg sangat mereka bangun yaitu : manusia. Disinilah siswa harus menyadari tentang pentingnya membangun kualitas diri mereka untuk memasuki era ekonomi digital yang ekstrim karena semakin terbatasnya sumber daya alam bagi mereka di masa depan. Satu-satunya yang harus mereka andalkan adalah sumber daya manusia. 

Inilah modal besar yang selama ini kita lupakan. Coba saja tes. Setiap kita ditanya apakah Indonesia adalah negara yang kaya? Kita semua pasti akan jawab dengan 100% yakin bahwa Indonesia adalah negara yang kaya raya. Tapi jika ditanya lebih lanjut apa alasannya? Jawaban kita hampir selalu bicara tentang sumber daya alam yang melimpah ruah. Mulai dari gas alam, timah, emas, kelapa sawit, karet, kopi, dan sebagainya. Tidak ada satupun dari kita yang berani menjawab bahwa kita kaya raya karena kita punya 250 juta manusia!

Balik lagi ke program kesasar di tengah kota tadi. Saya mengajak anak-anak ini datang kesana untuk sebuah perubahan pola pikir. Mereka akan dikelompokan menjadi beberapa kelompok lalu diberikan beberapa ‘misi khusus’ selama tiga hari disana. Di pelatihan ini hampir tidak ada teori, tidak ada modul dan hampir tidak ada materi yang disampaikan. Semua isi pelatihan ini hanya bicara tentang problem solving and decision making!! …… What you think and what you decide! Disinilah proses kematangan berpikir mereka dilatih

Mereka harus menjalani beberapa project yang menantang untuk dipecahkan. Mereka harus pergi dari satu tempat ke tempat lain, bertemu dengan orang-orang yang tidak mereka kenal, meminta bantuan orang yang mereka tidak tahu, mencari sendiri rute perjalanan, memilih sendiri moda transportasi dan menyelesaikan berbagai tantangan seperti : mencari orang dari berbagai identitas kultur dan pekerjaan, mencari narasumber hingga membuat video liputan jurnalistik, mencari guru untuk belajar bahasa tertentu yang mereka belum pernah dengar,  menyeberang ke Malaysia untuk magang pekerjaan, mencari peluang dan partner bisnis, menggaet calon investor, melakukan business pitching dan masih banyak lagi. 

Semua mereka lakukan bersama tim mereka dan tanpa petunjuk  dan bantuan dari kami . Mereka juga harus menyelesaikan itu semua dengan sumber daya yang terbatas. Mereka harus memanage sendiri konflik diantara mereka dan memutuskan apa pilihan keputusan yang harus mereka ambil. Fasilitator pendamping pun hanya boleh mendokumentasikan, tidak boleh membantu dan mempengaruhi keputusan mereka. They have to decide! Di hari terakhir akan ada Champion Team yang keluar sebagai pemenang dan disitulah kami akan mendiskusikan proses pembelajaran yang sebenarnya terjadi dalam diri mereka.

Pertanyaannya kenapa kami melakukan training seperti ini? Saya yakin kita semua pernah mengalami kesasar atau harus berada disebuah tempat yang kita tidak kenal, dengan orang-orang yang tidak familiar, dengan situasi yang serba meraba-raba dan dengan sumber daya yang serba terbatas. Nah, pada saat kita kesasar itu sebenarnya kita berada di sebuah area baru bernama UNCOMFORT ZONE!

Area ini mirip seperti sebuah tempat di malam hari yang gelap tanpa lampu. Dimana kita harus mengaktifkan semua panca indera kita agar tidak menabrak sana-sini. Menggunakan insting dan kecerdasan kita untuk menemukan jalan. Meningkatkan kemampuan observasi kita agar bisa mengkoneksikan sumber daya-sumber saya yang kita miliki. Dan menajamkan intuisi kita untuk menemukan kesempatan dan peluang-peluang baru.

Di area uncomfort zone ini juga kecerdasan emosi kita harus kita tarik daya elastisitasnya. Karena di area baru ini kita akan mengalami berbagai campuran emosi. Mulai dari perasan ragu, takut, panik, gregetan, mudah marah dan sebagainya. Karena di area ini biasanya kita akan membuat kesalahan lebih besar dan lebih sering.

Inilah area yang tidak disukai kebanyakan kita karena sangat tidak nyaman. Kita lebih senang memilih menjadi seorang passenger (penumpang) ketimbang jadi seorang driver. Passenger yang tinggal duduk, bahkan bisa tidur sepanjang jalan tanpa harus berpikir dan mengambil resiko. Sementara driver harus selalu membuka mata dan mencari jalan. Driver juga harus mengambil resiko. Belum pernah ada penumpang mobil ditangkap karena mobilnya menabrak orang sampai tewas. Sopirnyalah yang akan ditangkap. Menjadi driver adalah mengambil tanggung jawab lebih besar dan mengekspos diri terhadap resiko.

Inilah yang membuat kebanyakan kita lebih senang bermain aman. Bukan bermain untuk menang, tapi bermain untuk tidak kalah. Permainan mencari aman ini kita nikmati dan wariskan turun temurun. Yang lebih mengerikan, pada titik tertentu permainan mencari aman ini akan sampai ke permainan‘menuntut’ jika kenyamanan kita mulai terusik. Jangan heran kalau makin hari makin banyak orang yang teriak-teriak di jalan menuntut supaya disediakan gaji yang lebih tinggi lagi , jaminan kesehatan yang tanpa batas, harga-harga yang harus terus di subsidi dan masih banyak lagi. Mereka sama sekali bukan orang miskin. Para pemain aman ini juga banyak yang selalu marah-marah tentang pekerjaannya, bosnya, gajinya dan seterusnya. Tapi kalau ditantang kenapa tidak pindah cari kerja ditempat lain, jawabanya selalu mudah di tebak “Habis mau kerja dimana lagi?”.

Ini semua karena kita tidak terdidik untuk menciptakan peluang-peluang dan masa depan kita sendiri. Kecerdasan melihat peluang kita sangat lemah karena kita tidak biasa menempatkan diri kita pada "edge of chaos" dan "push our self to the limit". Cara orang-orangtua kita mendidikpun sama. “Nak sekolah yang rajin, biar nanti jadi pegawai negri!”

Sebetulnya, pada saat kita tersesat dan berada di area uncomfort zone, kita akan mengembangkan potensi terbesar di dalam diri kita. Kita akan menjadi lebih cerdas dan menemukan banyak hal-hal baru, ide-ide baru, peluang-peluang baru dan jalan keluar baru. Dalam situasi seperti ini kita akan mengembangkan kemampuan mencari alternatif jawaban. THINK THE UNTHINKABLE THINGS!

8 komentar:

  1. What you think and what you decide!

    Wahh kerennn.. bgt!! Mungkin nanti mas yudha bisa menulis bagaimana mengubah pola pikir masyarakat kita yang sudah terlanjur suka dengan comfort zonenya. Secara menyeluruh.

    #aku ne ngomong apa coba..😂😂😂

    BalasHapus
  2. Mas Yudha ngajar dimana sih? Kalo jakarta. Aku mau masukin anakku di sekolah tempat mu ngajar deh. Oke banget.. selalu out of the box.

    BalasHapus
  3. Mantaaap. Penerus Prof Reynald. Hihi

    BalasHapus
  4. Terus kalo bukan guru apa dong mas?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu dia saya juga bingung saya ini apaan..Hehehe. Saya sama temen2 di lembaga training Green White Academy.

      Hapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. harus bikin buku, mas..
    pemikirannya keren, dn tulisannya sudah mantap bgt..

    BalasHapus