Beberapa bulan lalu saya dan teman-teman di Green White Academy memulai sebuah program pelatihan terbaru kami bernama “LOST IN THE CITY”, sebuah program pelatihan berbentuk competition game untuk pembentukan karakter dan lifeskills bagi siswa SMP-SMA. Mereka kami ajak berangkat ke Singapura untuk mengalami sebuah pengalaman baru : “TERSESAT DI TENGAH KOTA!”
Saya bawa
mereka ke negara ini pun ada maksudnya. Selain karena faktor keamanan dan jarak
yang tidak terlalu jauh, saya juga ingin mereka belajar bahwa sebuah negara
yang besarnya cuma seupil dan hampir tidak punya sumber daya alam ini ternyata
juga bisa jadi negara maju karena mereka punya capital yg sangat mereka bangun yaitu
: manusia. Disinilah siswa harus menyadari tentang
pentingnya membangun kualitas diri mereka untuk memasuki era ekonomi digital
yang ekstrim karena semakin terbatasnya sumber daya alam bagi mereka di masa
depan. Satu-satunya yang harus mereka andalkan adalah sumber daya manusia.
Inilah modal
besar yang selama ini kita lupakan. Coba saja tes. Setiap kita ditanya apakah
Indonesia adalah negara yang kaya? Kita semua pasti akan jawab dengan 100%
yakin bahwa Indonesia adalah negara yang kaya raya. Tapi jika ditanya lebih lanjut
apa alasannya? Jawaban kita hampir selalu bicara tentang sumber daya alam yang
melimpah ruah. Mulai dari gas alam, timah, emas, kelapa sawit, karet, kopi, dan
sebagainya. Tidak ada satupun dari kita yang berani menjawab bahwa kita kaya
raya karena kita punya 250 juta manusia!
Balik lagi
ke program kesasar di tengah kota tadi. Saya mengajak anak-anak ini datang
kesana untuk sebuah perubahan pola pikir. Mereka akan dikelompokan menjadi
beberapa kelompok lalu diberikan beberapa ‘misi khusus’ selama tiga hari
disana. Di pelatihan ini hampir tidak ada teori, tidak ada modul dan hampir
tidak ada materi yang disampaikan. Semua isi pelatihan ini hanya bicara tentang
problem solving and decision making!!
…… What you think and what you decide!
Disinilah proses kematangan berpikir mereka dilatih
Mereka harus
menjalani beberapa project yang menantang untuk dipecahkan. Mereka harus pergi
dari satu tempat ke tempat lain, bertemu dengan orang-orang yang tidak mereka
kenal, meminta bantuan orang yang mereka tidak tahu, mencari sendiri rute
perjalanan, memilih sendiri moda transportasi dan menyelesaikan berbagai
tantangan seperti : mencari orang dari berbagai identitas kultur dan pekerjaan,
mencari narasumber hingga membuat video liputan jurnalistik, mencari guru untuk
belajar bahasa tertentu yang mereka belum pernah dengar, menyeberang ke Malaysia untuk magang pekerjaan,
mencari peluang dan partner bisnis, menggaet calon investor, melakukan business pitching dan masih banyak lagi.
Semua mereka
lakukan bersama tim mereka dan tanpa petunjuk dan bantuan dari kami . Mereka juga harus
menyelesaikan itu semua dengan sumber daya yang terbatas. Mereka harus memanage
sendiri konflik diantara mereka dan memutuskan apa pilihan keputusan yang harus
mereka ambil. Fasilitator pendamping pun hanya boleh mendokumentasikan, tidak
boleh membantu dan mempengaruhi keputusan mereka. They have to decide! Di hari terakhir
akan ada Champion Team yang keluar sebagai pemenang dan disitulah kami akan
mendiskusikan proses pembelajaran yang sebenarnya terjadi dalam diri mereka.
Pertanyaannya
kenapa kami melakukan training seperti ini? Saya yakin kita semua pernah
mengalami kesasar atau harus berada disebuah tempat yang kita tidak kenal, dengan
orang-orang yang tidak familiar, dengan situasi yang serba meraba-raba dan
dengan sumber daya yang serba terbatas. Nah, pada saat kita kesasar itu
sebenarnya kita berada di sebuah area baru bernama UNCOMFORT ZONE!
Area ini mirip
seperti sebuah tempat di malam hari yang gelap tanpa lampu. Dimana kita harus
mengaktifkan semua panca indera kita agar tidak menabrak sana-sini. Menggunakan
insting dan kecerdasan kita untuk menemukan jalan. Meningkatkan kemampuan
observasi kita agar bisa mengkoneksikan sumber daya-sumber saya yang kita
miliki. Dan menajamkan intuisi kita untuk menemukan kesempatan dan peluang-peluang
baru.
Di area
uncomfort zone ini juga kecerdasan emosi kita harus kita tarik daya
elastisitasnya. Karena di area baru ini kita akan mengalami berbagai campuran
emosi. Mulai dari perasan ragu, takut, panik, gregetan, mudah marah dan
sebagainya. Karena di area ini biasanya kita akan membuat kesalahan lebih besar
dan lebih sering.
Inilah area
yang tidak disukai kebanyakan kita karena sangat tidak nyaman. Kita lebih
senang memilih menjadi seorang passenger
(penumpang) ketimbang jadi seorang driver. Passenger yang tinggal duduk, bahkan
bisa tidur sepanjang jalan tanpa harus berpikir dan mengambil resiko. Sementara
driver harus selalu membuka mata dan mencari jalan. Driver juga harus mengambil resiko. Belum pernah ada penumpang
mobil ditangkap karena mobilnya menabrak orang sampai tewas. Sopirnyalah yang akan
ditangkap. Menjadi driver adalah mengambil tanggung jawab lebih besar dan
mengekspos diri terhadap resiko.
Inilah yang
membuat kebanyakan kita lebih senang bermain aman. Bukan bermain untuk menang,
tapi bermain untuk tidak kalah. Permainan mencari aman ini kita nikmati dan
wariskan turun temurun. Yang lebih mengerikan, pada titik tertentu permainan
mencari aman ini akan sampai ke permainan‘menuntut’ jika kenyamanan kita mulai
terusik. Jangan heran kalau makin hari makin banyak orang yang teriak-teriak di
jalan menuntut supaya disediakan gaji yang lebih tinggi lagi , jaminan
kesehatan yang tanpa batas, harga-harga yang harus terus di subsidi dan masih
banyak lagi. Mereka sama sekali bukan orang miskin. Para pemain aman ini juga
banyak yang selalu marah-marah tentang pekerjaannya, bosnya, gajinya dan
seterusnya. Tapi kalau ditantang kenapa tidak pindah cari kerja ditempat lain, jawabanya
selalu mudah di tebak “Habis mau kerja dimana lagi?”.
Ini semua
karena kita tidak terdidik untuk menciptakan peluang-peluang dan masa depan
kita sendiri. Kecerdasan melihat peluang kita sangat lemah karena kita tidak
biasa menempatkan diri kita pada "edge
of chaos" dan "push our
self to the limit". Cara orang-orangtua kita mendidikpun sama. “Nak
sekolah yang rajin, biar nanti jadi pegawai negri!”
Sebetulnya,
pada saat kita tersesat dan berada di area uncomfort zone, kita akan
mengembangkan potensi terbesar di dalam diri kita. Kita akan menjadi lebih
cerdas dan menemukan banyak hal-hal baru, ide-ide baru, peluang-peluang baru
dan jalan keluar baru. Dalam situasi seperti ini kita akan mengembangkan
kemampuan mencari alternatif jawaban. THINK THE UNTHINKABLE THINGS!
What you think and what you decide!
BalasHapusWahh kerennn.. bgt!! Mungkin nanti mas yudha bisa menulis bagaimana mengubah pola pikir masyarakat kita yang sudah terlanjur suka dengan comfort zonenya. Secara menyeluruh.
#aku ne ngomong apa coba..😂😂😂
Mas Yudha ngajar dimana sih? Kalo jakarta. Aku mau masukin anakku di sekolah tempat mu ngajar deh. Oke banget.. selalu out of the box.
BalasHapusaku bukan guru mbak..
HapusMantaaap. Penerus Prof Reynald. Hihi
BalasHapusTerus kalo bukan guru apa dong mas?
BalasHapusItu dia saya juga bingung saya ini apaan..Hehehe. Saya sama temen2 di lembaga training Green White Academy.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusharus bikin buku, mas..
BalasHapuspemikirannya keren, dn tulisannya sudah mantap bgt..